Perang Khaibar adalah perang akbar kaum
Muslimiin menyarang penduduk Khaibar. Perang ini ditungguh-tunggu oleh
kaum Muslimiin, karena dua bulan sebelumnya Allah telah menjelaskan
bahwa kaum Muslimiin pasti akan menang dan mendapatkan jarahan yang
banyak sekali.
Allah berfirman,
“فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ
فَتْحًا قَرِيبًا وَمَغَانِمَ كَثِيرَةً يَأْخُذُونَهَا وَكَانَ اللَّهُ
عَزِيزًا حَكِيمًا.[1]”
Artinya: "Lalu Dia menurunkan ketenangan atas
mereka, dan mengganjar mereka kemenangan yang dekat. Mereka akan
mengambil rampasan yang banyak sekali. Sejak dulu Allah Maha Mulia Maha
Hakim". Jarak tempuh dari Madinah hingga Khaibar adalah, “Delapan Barid ke arah Syam.” Satu Barid:
12 mil. Khaibar adalah kawasan yang dihuni kaum Yahudi. Kota tersebut
terisi beberapa beteng atau kastil dan perkebunan kurma yang sangat
luas. Kastil-kastil tersebut tidak berkumpul dalam satu tempat; tetapi
pada beberapa tempat terpisah di dalam beberapa dataran, bersebelahan.
Di pertengahan perkebunan yang sangat luas itulah mereka mendirikan
kastil-kastil. Khaibar merupkan tempat persembunyian umat Yahudi yang
mencari kenyamanan hidup. Ada tujuh kastil dari batu yang bertengger di
sana:1. Na’im,
2. Al-Qamus (tempat tinggal tokoh besar mereka yang bernama Abul-Chuqaiq), 3. As-Syaqq, 4. An-Nathah, 5. As-Salalim, 6. Al-Wathich, 7. Al-Katibah.
baca
selanjutnya di : http://www.ldii.or.id/in/n/k/1000-pk-1-perang-khaibar.html
Ada yang melaporkan bahwa ketika Kinanah
bin Abi-Chuqaiq, anak tokoh besar Yahudi dan sahabat-sahabatnya
berada di kalangan keluarga besar Murrah, bersumpah-setia untuk
melakukan persatuan untuk memerangi Islam. Yang diangkat sebagai
pimpinan keluarga besar Ghathafan (keluarga besar Murrah) yang berjumlah
4.000 orang itu, adalah Uyainah bin Chishn. Akhirnya Rombongan ini
memasuki benteng atau kastil An-Nathah bersama orang-orang Yahudi.
Kejadian ini berlangsung tiga hari sebelum Rasulillah صَلّى اللّهُ
عَلَيْهِ وَسَلّمَ datang ke Khaibar. Setelah datang ke Khaibar,
Rasulillah صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ perintah pada Sa’ed bin
Ubadah agar menghubungi orang-orang yang berada di dalam kastil
tersebut. Setelah Sa’ed bin Ubadah sampai ke luar kastil tersebut
menyeru, “Saya ingin berbicara pada Uyainah bin Chishn.” Hampir saja
Uyainah bin Chishn menyuruh masuk Sa’ed bin Ubadah; namun Marchab
melarang, “Jangan kau suruh masuk!, karena dia akan mengetahui
celah-celah dan keadaan kastil kita yang akhirnya bisa berakibat
mereka bisa memasukinya. Kamu keluar saja padanya!.” Uyainah
membantah, “Kalau saya justru biar dia masuk, agar dia melihat
kokohnya kastil ini, dan pasukan di dalamnya yang banyak sekali.”
Namun Marchab yang jauh lebih berkuasa menentang keras pada Uyainah.
baca selanjutnya di : http://www.ldii.or.id/in/n/k/1013-cerbung-ldii-perang-khoibar-2.html
Paginya Rasulullah صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ mengutus Umar رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ, namun tak juga berhasil meraih kemenangan meskipun segala upaya dan tenaga telah dikerahkan. Akhirnya Rasul Allah صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ bersabda ‘لَأُعْطِيَن الرّايَةَ غَدًا رَجُلًا يُحِبّ اللّهَ وَرَسُولَهُ يَفْتَحُ اللّهُ عَلَى يَدَيْهِ لَيْسَ بِفَرّارٍ – Niscaya besok pagi panji ini akan kuberikan sungguh pada pria yang cinta Allah dan Rasul-Nya; Allah akan memberi kemenangan melalui dua tangannya. Dia bukan orang yang mudah lari dari musuh’. Lalu Rasulullah صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ berdoa dan meludahi mata Ali yang saat itu sakit. Selanjutnya Rasulullah صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ perintah ‘ambil panji ini dan segera berangkat berjuang hingga Allah membuatmu menang!’.
baca selanjutnya di : http://www.ldii.or.id/in/n/k/1045-cerbung-ldii-perang-khoibar-3.html
KETANGGUHAN TIGA PANGLIMA PERANG MU'TAH
Singkatnya,
pasukan Islam yang berjumlah 3000 personel diberangkatkan. Ketika mereka sampai
di daerah Ma’an, terdengar berita bahwa Heraklius mempersiapkan 100 ribu
pasukannya. Selain itu, kaum Nasrani dari beberapa suku Arab pun telah siap
dengan jumlah yang sama. Mendengar kabar demikian, sebagian sahabat mengusulkan
supaya meminta bantuan pasukan kepada Rasulullah atau beliau memutuskan suatu
perintah.
Abdullah
bin Rawahah lantas mengobarkan semangat juang para Sahabat pada waktu itu
dengan perkataannya, “Demi Allah, sesungguhnya perkara yang kalian tidak
sukai ini adalah perkara yang kamu keluar mencarinya, yaitu syahadah (gugur di
medan perang di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala). Kita itu tidak berjuang
karena jumlah pasukan atau kekuatan. Kita berjuang untuk agama ini yang Allah Subhanahu wa Ta’ala
telah memuliakan kita dengannya. Bergeraklah. Hanya ada salah satu dari dua
kebaikan: kemenangan atau gugur (syahid) di medan perang.”
Orang-orang
menanggapi dengan berkata, “Demi Allah, Ibnu Rawahah berkata benar.”
Zaid
bin Haritsah,
panglima pertama yang ditunjuk Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam, kemudian membawa pasukan ke wilayah Mu’tah. Dua
pasukan berhadapan dengan sengit. Komandan pertama ini menebasi anak panah-anak
panah pasukan musuh sampai akhirnya tewas terbunuh di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Bendera
pun beralih ke tangan Ja’far bin Abi Thalib. Sepupu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
ini berperang sampai tangan kanannya putus. Bendera beliau pegangi dengan
tangan kiri, dan akhirnya putus juga oleh senjata musuh. Dalam kondisi
demikian, semangat beliau tak mengenal surut, saat tetap berusaha
mempertahankan bendera dengan cara memeluknya sampai beliau gugur oleh senjata
lawab. Berdasarkan keterangan Ibnu Umar, salah seorang saksi mata yang ikut
dalam perang itu, terdapat tidak kurang 90 luka di bagian tubuh depan beliau
baik akibat tusukan pedang dan maupun anak panah.
Giliran Abdullah
bin Rawahah pun datang. Setelah menerjang musuh, ajal pun menjemput beliau di
medan peperangan.
Tsabit
bin Arqam
mengambil bendera yang telah tak bertuan itu dan berteriak memanggil para
sahabat Nabi agar menentukan pengganti yang memimpun kaum muslimin. Maka,
pilihan mereka jatuh pada Khalid bin Walid. Dengan kecerdikan dan kecemerlangan
siasat dan strategi –setelah taufik dari Allah Subhanahu wa Ta’ala—kaum muslimin berhasil memukul
Romawi hingga mengalami kerugian banyak.
Jumlah syuhada perang Mu’tah
Menyaksikan
peperangan yang tidak seimbang antara kaum muslimin dengan kaum kuffar, yang
merupakan pasukan aliansi antara kaum Nashara Romawi dan Nashara Arab, secara
logis, kekalahan bakal dialami oleh para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Imam Ibnu
katsir mengungkapkan ketakjubannya terhadap kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui
hasil peperangan yang berakhir dengan kemenangan kaum muslimin dengan berkata,
“Ini kejadian yang menakjubkan sekali. Dua pasukan bertarung, saling bermusuhan
dalam agama. Pihak pertama pasukan yang berjuang di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan
kekuatan 3000 orang. Dan pihak lainnya, pasukan kafir yang berjumlah 200
ribu pasukan. 100 ribu orang dari Romawi dan 100 ribu orang dari Nashara Arab.
Mereka saling bertarung dan menyerang. Meski demikian sengitnya, hanya 12
orang yang terbunuh dari pasukan kaum muslimin, padahal, jumlah korban
tewas dari kaum musyirikin sangat banyak.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Orang-orang
yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, “Berapa banyak terjadi
golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah?
Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.S. Al-Baqarah: 249)
Para
ulama sejarah tidak bersepakat pada satu kata mengenai jumlah syuhada Mu’tah. Namun,
yang jelas jumlah mereka tidak banyak. Hanya berkisar pada angka belasan,
menurut hitungan yang terbanyak. Padahal, peperangan Mu’tah sangat sengit. Ini
dapat dibuktikan bahwa Khalid bin Walid menghabiskan 9 pucuk pedang
dalam perang tersebut. Kesembilan pedang itu patah. Hanya satu pedang yang
tersisa, hasil buatan Yaman.
Khalid
berkata, “Telah patah sembilan pedang di tanganku. Tidak tersisa kecuali
pedang buatan Yaman.” (HR. Al-Bukhari 4265-4266)
Menurut
Imam Ibnu Ishaq – imam dalam ilmu sejarah Islam –, syuhada perang Mu’tah hanya
berjumlah 8 sahabat saja. Secara terperinci, yaitu Ja’far bin Abi Thalib, dan
mantan budak Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam Zaid bin Haritsah Al-Kalbi, Mas’ud bin Al-Aswad
bin Haritsah bin Nadhlah Al-Adawi, Wahb bin Sa’d bin Abi Sarh.
Sementara
dari kalangan kaum Anshar, Abdullah bin Rawahah, Abbad bin Qais
Al-Khazarjayyan, Al-Harits bin an-Nu’man bin Isaf bin Nadhlah an-Najjari,
Suraqah bin Amr bin Athiyyah bin Khansa Al-mazini.
Di sisi
lain, Imam Ibnu Hisyam dengan berlandaskan keterangan Az-Zuhri, menambahkan
empat nama dalam deretan Sahabat Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam yang gugur di medan perang Mu’tah. Yakni, Abu
Kulaib dan Jabir. Dua orang ini saudara sekandung. Diitambah Amr bin Amir putra
Sa’d bin Al-Harits bin Abbad bin Sa’d bin Amir bin Tsa’labah bin Malik bin
Afsha. Mereka juga berasal dari kaum Anshar. Dengan ini, jumlah syuhada
bertambah menjadi 12 jiwa.
Semoga
Allah Subhanahu wa Ta’ala
memudahkan kita untuk meneladani semangat juang mereka di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Meskipun
kondisi berat lantaran jumlah personel yang sedikit, namun hal itu tidak
mengendurkan langkah mereka untuk terus berjihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wallahu a’lam.
Sumber : http://kisahmuslim.com/perang-mutah/
KHALID bin WALID, Panglima Perang, si "Pedang Allah"
(Bagian ke-1)
Pribadi yang mengaku tidak tahu
dimana dan dari mana kehidupannya bermula, kecuali di suatu hari dimana ia
berjabat tangan dengan Rasulullah saw, berikrar dan bersumpah setia….saat
itulah dia merasa dilahirkan kembali sebagai manusia “Dialah orang yang tidak
pernah tidur, dan tidak membiarkan orang lain tidur.”
Suatu
saat Khalid bin Walid pernah menceritakan perjalanannya dari Mekah menuju
Madinah kepada Rasulullah:
“Aku
menginginkan seorang teman seperjalanan, lalu kujumpai Utsman bin Thalhah;
kuceritakan kepadanya apa maksudku, ia pun segera menyetujuinya. Kami keluar
dari kota Mekah sekitar dini hari, di luar kota kami berjumpa dengan Amr bin
Ash.
Maka
berangkatlah kami bertiga menuju kota Madinah, sehingga kami sampai di kota itu
di awal hari bulan Safar tahun yang ke delapan Hijriyah. Setelah dekat dengan
Rasulullah saw kami memberi salam kenabiannya, Nabi pun membalas salamku dengan
muka yang cerah. Sejak itulah aku masuk Islam dan mengucapkan syahadat yang
haq…”
Rasulullah
bersabda, “Sungguh aku telah mengetahui bahwa anda mempunyai akal sehat, dan
aku berharap, akal sehat itu hanya akan menuntun anda kejalan yang baik…” Oleh
karena itulah, aku berjanji setia dan bai’at kepada beliau, lalu aku Mohon
“Mohon Rasulullah mintakan ampun untukku terhadap semua tindakan masa laluku
yang menghalangi jalan Allah…”
Dalam
perang Muktah, ada tiga orang Syuhada Pahlawan, mereka adalah Zaid bin
Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Rawahah, mereka bertiga
adalah Syuhada Pahlawan si Pedang Allah di Tanah Syria. Untuk keperluan perang
Muktah ini, pasukan musuh, Pasukan Romawi mengerahkan sekitar 200.000 prajurit.
Dalam hal
ini Rasulullah bersabda, “Panji perang di tangan Zaid bin Haritsah, ia bertempur
bersama panjinya sampai ia tewas. Kemudian panji tersebut diambil alih oleh
Ja’far, yang juga bertempur bersama panjinya sampai ia gugur sebagai syahid.
Kemudian giliran Abdullah bin Rawahah memegang panji tersebut sambil bertempur
maju, hingga ia juga gugur sebagai Syahid.”
“Kemudian
panji itu diambil alih oleh suatu Pedang dari pedang Allah, lalu Allah
membukakan kemenangan di tangannya.”
Sesudah
Panglima yang ketiga gugur menemui syahidnya, dengan cepat Tsabit bin Arqam
menuju bendera perang tersebut, lalu membawanya dengan tangan kanannya dan
mengangkatnya tinggi-tinggi di tengah-tengah pasukan Islam agar barisan mereka
tidak kacau balau, dan semangat pasukan tetap tinggi…
Tak lama
sesudah itu, dengan gesit ia melarikan kudanya kearah Khalid bin Walid, sambil
berkata kepadanya, “Peganglah panji ini, wahai Abu Sulaiman…!”
Khalid
merasa dirinya sebagai seorang yang baru masuk Islam, tidak layak memimpin
pasukan yang di dalamnya terdapat orang-orang Anshor dan Muhajirin yang
terlebih dahulu masuk Islam daripadanya, Sopan, Rendah hati, arif bijaksana,
itulah sikapnya. Ketika itu ia menjawab, “Tidak…..
jangan saya yang memegang panji suci ini, engkaulah yang paling berhak
memegangnya, engkau lebih tua, dan telah menyertai perang Badar!”
Tsabit
menjawab, “Ambillah, sebab engkau lebih tahu siasat perang daripadaku, dan demi
Allah aku tidak akan mengambilnya, kecuali untuk diserahkan kepadamu!”
kemudian ia berseru kepada semua pasukan muslim, Bersediakah kalian di bawah
pimpinan Khalid?” mereka menjawab, “Setuju!”
Dengan
gesit panglima baru ini melompati kudanya, di dekapnya panji suci itu dan
mencondongkannya kearah depan dengan tangan kanannya, seakan hendak memecahkan
semua pintu yang terkunci itu, dan sudah tiba saatnya untuk di dobrak dan
diterjang. Sejak saat itulah, kepahlawanannya yang luar biasa, terkuak dan
mencapai titik puncak yang telah ditentukan oleh Allah baginya…
Saat
perang Muktah inilah korban di pihak kaum muslimin banyak berjatuhan, dengan
tubuh-tubuh mereka berlumuran darah, sedang balatentara Romawi dengan jumlah
yang jauh lebih besar, terus maju laksana banjir yang terus menyapu medan
tempur.
Dalam
situasi yang sangat sulit itu, tak ada jalan dan taktik perang yang
bagaimanapun, akan mampu merubah keadaan. Satu-satunya jalan yang dapat
dilakukan oleh seorang Komandan perang, ialah bagaimana melepaskan tentara
Islam ini dari kemusnahan total, dengan mencegah jatuhnya korban yang terus
berjatuhan, serta berusaha keluar dari keadaan itu dengan sisa-sisa yang ada
dengan selamat
Pada saat
yang genting itu, tampillah Khalid bin Walid, si Pedang Allah, yang menyorot
seluruh medan tempur yang luas itu, dengan kedua matanya yang tajam.
Diaturnya rencana dan langkah yang akan diambil secepat kilat, kemudian membagi
pasukannya kedalam kelompok-kelompok besar dalam suasana perang
berkecamuk terus. Setiap kelompok diberinya tugas sasaran masing-masing, lalu
dipergunakanlah seni Yudhanya yang membawa mukjizat, dengan kecerdikan akalnya
yang luar biasa, sehingga akhirnya ia berhasil membuka jalur luas diantara
pasukan Romawi. Dari jalur itulah seluruh pasukan Muslim menerobos dengan
selamat. Karena prestasinya dalam perang inilah Rasulullah menganugrahkan gelar
kepada Khalid bin Walid, “Si
Pedang Allah yang senantiasa terhunus”.
Sepeninggal
Rasulullah, wafat, Abu Bakar memikul tanggung jawab sebagai Khalifah. Dia
menghadapi tantangan yang sangat besar dan berbahaya, yaitu gelombang
kemurtadan yang hendak menghancurkan agama yang baru berkembang ini.
Berita-berita tentang pembangkangan kaum-kaum dan suku-suku Di Jazirah Arab
ini, dari waktu ke waktu semakin membahayakan. Dalam keadaan genting seperti
ini, Abu Bakar sendiri maju untuk memimpin pasukan Islam. Tetapi para sahabat
utama tidak sepakat dengan tindakan Abu Bakar ini. Semuanya sepakat untuk meminta
Khalifah agar tetap tinggal di Madinah.
Sayyidina
Ali terpaksa menghadang Abu Bakar dan memegang tali kekang kuda yang sedang di
tungganginya untuk mencegah keberangkatannya bersama pasukannya menuju medan
perang, sembari berkata, “Hendak kemana Engkau wahai Khalifah Rasulullah, akan
kukatakan kepadamu apa yang pernah dikatakan Rasulullah di hari Uhud:
“Simpanlah pedangmu wahai Abu Bakar, jangan engkau cemaskan kami dengan
dirimu!”
Di
hadapan desakan dan suara bulat kaum muslimin, Khalifah terpaksa menerima untuk
tetap tinggal di kota Madinah. Maka setelah itu, di bagilah tentara Islam
menjadi sebelas kesatuan, dengan beban tugas tertentu. Sedang sebagai kepala
dari keseluruhan pasukan tersebut, diangkatlah Khalid bin Walid. Dan setelah
menyerahkan bendera kepada masing-masing komandannya, Khalifah mengarahkan
pandangan kepada Khalid bin Walid, sambil berkata:
Aku
pernah mendengar Rasulullah bersabda, bahwa sebaik-baik hamba Allah dan kawan
sepergaulan, ialah Khalid bin Walid, sebilah pedang diantara pedang Allah yang
ditebaskan kepada orang-orang kafir dan munafik…!”
Khalid
pun segera melaksanakan tugasnya dengan berpindah-pindah dari suatu tempat
medan tempur ke pertempuran yang lain, dari suatu kemenangan ke
kemenangan berikutnya.
Datanglah
perintah dari Khalifah Abu Bakar, kepada Panglima yang tak tertandingi ini,
agar berangkat menuju Yamamah untuk memerangi Bani Hanifah bersama
kabilah-kabilah yang telah bergabung dengan mereka yang terdiri dari gabungan
aneka ragam tentara murtad yang paling berbahaya. Pasukan ini di pimpin oleh
Musalimah al-Kadzdzab..
Khalid
bersama pasukannya mengambil posisi di dataran bukit-bukit pasir Yamamah, dan
menyerahkan bendera perang kepada komandan-komandan pasukannya, sementara
Musailamah menghadapinya dengan segala kecongkakan dan kedurhakaan bersama
dengan pasukan tentaranya yang sangat banyak, seakan-akan tak akan
habis-habisnya.
Di tengah
pertempuran yang berkecamuk amat dahsyat ini, Khalid melihat keunggulan musuh,
ia lalu memacu kudanya ke suatu tempat tinggi yang terdekat, lalu ia
melayangkan pandangannya ke seluruh medan tempur. Pandangan cepat yang diliputi
ketajaman dan naluri perangnya, dengan cepat ia dapat mengetahui dan
menyimpulkan titik kelemahan pasukannya.
Ia dapat
merasakan, ada rasa tanggung jawab yang mulai melemah di kalangan parajuritnya
di tengah serbuan-serbuan mendadak pasukan Musailamah. Maka diputuskanlah
secepat kilat untuk memperkuat semangat tempur dan tanggung jawab pasukan
muslimin itu. Di panggilnya komandan-komandan teras dan sayap, ditertibkannya
posisi masing-masing di medan tempur, kemudian ia berteriak dengan suaranya
yang mengesankan kemenangan:
“Tunjukkanlah kelebihanmu masing-masing…,
akan kita lihat hari ini jasa setiap suku!”
Orang-orang
Muhajirin maju dengan panji-panji perang mereka, dan orang-orang Anshor pun
maju dengan panji-panji perang mereka, kemudian setiap kelompok suku dengan
panji-panji tersendiri. Semangat juang pasukannya jadi bergelora lebih panas
membakar, yang dipenuhi dengan kebulatan tekad, menang atau mati syahid.
Sedangkan Khalid terus menggemakan Takbir dan Tahlil, sambil memberikan komando
kepada para komandan lapangannya. Dalam waktu singkat, berubahlah arah
pertempuran, prajurit-prajurit pimpinan Musailamah mulai berguguran, laksana
nyamuk yang meggelepar berjatuhan.
Khalid
bin Walid berhasil menyalakan semangat keberaniannya seperti sengatan aliran
listrik kepada setiap parajuritnya, itulah salah satu keistimewaannya dari
sekian banyak keunggulannya. Musailamah tewas bersama para prajuritnya,
bergelimpangan memenuhi seluruh area medan pertempuran, dan terkuburlah
selama-lamanya bendera yang menyerukan kebohongan dan kepalsuan.
Selanjutnya,
Khalifah Abu Bakar memerintahkan Khalid bin Walid untuk berangkat menuju Irak,
maka berangkatlah sang Mujahid ini ke Irak. Ia memulai operasi meliternya di
Irak dengan mengirim surat ke seluruh Pembesar Kisra (Kaisar Persia) dan
Gubernur-Gubernurnya di semua wilayah Irak.
“Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang. Dari Khalid Ibnu Walid kepada para pembesar Persi. Keselamatan
bagi siapa saja yang mengikuti petunjuk. Kemudian segala puji kepunyaan Allah
yang telah memporak porandakan kaki tangan kalian, dan merenggut kerajaan
kalian, serta melemahkan tipu daya kalian. Siapa yang shalat seperti shalat
kami, dan menghadap kiblat kami, jadilah ia seorang muslim. Ia akan mendaptkan
hak seperti hak yang kami dapatkan, dan ia berkewjiban seperti kewajiban kami.
Bila telah sampai kepada kalian surat ini, maka hendaklah kalian kirimkan
kepadaku jaminan, dan terimalah dariku perlindungan jika tidak, maka demi Allah
yang tiada Tuhan selain Dia, akan kukirimkan kepada kalian satu kaum berani
mati, padahal kalian masih sangat mencintai hidup…!”
Para
mata-mata yang disebarkannya ke seluruh penjuru Persia datang menyampaikan berita
tentang keberangkatan pasukan bala tentara yang sangat besar yang dipersiapkan
oleh panglima-panglima Persia di Irak.
Khalid
tidak membuang-buang waktu, dengan cepat ia memersiapkan pasukannya untuk
menghadapi pasukan Persia tersebut. Dalam perjalanan menuju Persia ini ia
berhasil memperoleh kemenangan-kemenangan, mulai dari Ubullah, As-Sadir, di
susul Najaf, lalu Al-Hirah, Al-Ambar, sampai Khadimiah. Di setiap tempat yang
berhasil ia taklukkan ia disambut wajah berseri penduduknya, karena di bawah bendera
Islam, mereka orang-orang yang lemah yang tertindas penjajah Persia, dapat
berlindung dengan aman.
Rakyat
yang terjajah dan lemah selama ini banyak mengalami derita perbudakan dan
penyiksaan dari orang Persia. Khalid selalu berpesan dengan peringatan keras,
kepada seluruh pasukannya setiap kali akan berangkat ke medan tempur:
Sumber : http://www.sufiz.com/kisah-mujahid/khalid-bin-walid-panglima-perang-si-pedang Allah-bagian-1.htm
Sejarah Singkat Dinar Emas dan Dirham Perak
Pada masa awalnya Muslimin menggunakan emas dan perak berdasarkan
beratnya dan Dinar Dirham yang digunakan merupakan cetakan dari bangsa Persia.
Koin awal yang digunakan oleh Muslimin merupakan duplikat dari Dirham perak
Yezdigird III dari Sassania, yang dicetak dibawah otoritas Khalifah Uthman,
radiy’allahu anhu. Yang membedakan dengan koin aslinya adalah adanya tulisan
Arab yang berlafazkan “Bismillah”. Sejak saat itu tulisan “Bismillah” dan
bagian dari Al Qur’an menjadi suatu hal yang lazim ditemukan pada koin yang
dicetak oleh Muslimin.
Sebagaimana telah diketahui bersama, bahwa standar dari koin yang ditentukan
oleh Khalif Umar ibn ak-Khattab, berat dari 10 Dirham adalah sama dengan 7
Dinar (1 mithqal). Pada tahun 75 Hijriah (695 Masehi) Khalifah Abdalmalik
memerintahkan Al-Hajjaj untuk mencetak Dirham untuk pertama kalinya, dan secara
resmi beliau menggunakan standar yang ditentukan oleh Khalifah Umar ibn
Khattab. Khalif Abdalmalik memerintahkan bahwa pada tiap koin yang dicetak
terdapat tulisan: “Allahu Ahad, Allahu Shamad”. Beliau juga
memerintahkan penghentian cetakan dengan gambar wujud manusia dan binatang dari
koin dan menggantinya dengan huruf-huruf.
Perintah ini diteruskan sepanjang sejarah Islam. Dinar dan Dirham biasanya
berbentuk bundar, dan tulisan yang dicetak diatasnya memiliki tata letak yang
melingkar. Lazimnya di satu sisi terdapat kalimat “tahlil” dan “tahmid”, yaitu,
“La ilaha ill’Allah” dan “Alhamdulillah” sedangkan pada sisi lainnya terdapat
nama Amir dan tanggal pencetakkan; dan pada masa masa selanjutnya menjadi suatu
kelaziman juga untuk menuliskan shalawat kepada Rasulullah, salallahu alayhi wa
salam, dan terkadang, ayat-ayat Qur’an.
Koin emas dan perak menjadi mata uang resmi hingga jatuhnya kekhalifahan. Sejak
saat itu, lusinan mata uang dari beberapa negara dicetak di setiap negara era
paska kolonialisme dimana negara negara tersebut merupakan pecahan dari Dar al
Islam.
Sejarah telah membuktikan berulang kali bahwa uang kertas telah menjadi alat
penghancur dan menjadi alat untuk melenyapkan kekayaan ummat Muslim. Perlu
diingat bahwa Hukum Syariah Islam tidak pernah mengizinkan penggunaan surat janji pembayaran
menjadi alat tukar yang sah
Apakah Dinar Emas dan Dirham Perak Itu?
http://www.wakalanusantara.com/ddApa.php
Berdasarkan Hukum Syari’ah Islam…
Dinar Emas Islam memiliki kadar 22 karat emas (917) dengan berat 4.25 gram.
Dirham Perak Islam memiliki kadar perak murni dengan berat 3.0 gram.
Khalifah Umar ibn Khattab menentukan
standar antar keduanya berdasarkan beratnya masing-masing:
“7 dinar harus setara dengan 10 dirham.”
Wahyu menyatakan mengenai Dinar Dirham dan banyak sekali hukum hukum yang
terkait dengannya seperti zakat, pernikahan, hudud dan lain sebagainya.
Sehingga dalam Wahyu Dinar Dirham memiliki tingkat realita dan ukuran tertentu
sebagai standar perhitungan (untuk Zakat dan lain sebagainya) dimana sebuah
keputusan dapat diukurkan kepadanya dibandingkan dengan alat tukar lainnya.
Telah menjadi ijma ulama sejak awal Islam dan pada masa para Sahabat dan
Tabi’in bahwa Dirham menurut Syari’ah adalah seberat 10 dirham
Apa saja kegunaan Dinar Islam?
· Dapat digunakan sebagai simpanan, investasi
penjaga nilai
· Dapat digunakan sebagai pembayar zakat dan
mas kawin sebagaimana telah disyaratkan oleh Syari’ah Islam
· Dapat digunakan untuk perniagaan sebagai alat
tukar yang sah
Menunaikan Zakat
http://www.wakalanusantara.com/ddZakat.php
Para ulama mengajarkan kepada kita bahwa
seluruh ketentuan syari'at yang berkaitan dengan harta dan transaksi muamalat
(jual-beli, utang-piutang, dan sebagainya), termasuk untuk zakat, hanya
ditetapkan dalam nuqud. Nuqud berarti dinar emas
atau dirham perak. Sampai detik ini, kita semua mentaatinya dalam
menentukan nisab zakat mal dan zakat perniagaan, yaitu 20 dinar
emas (sekitar 85 gram emas) dan 200 dirham perak (sekitar 600 gr
perak).
Namun, ketika membayar zakat, mengapa kita abaikan syariatnya? Yakni
meninggalkan Dinar Emas atau Dirham Perak, dan menggantinya dengan uang kertas
(rupiah, dolar, ringgit, dan sebagainya)?
Berikut adalah Syari'at Zakat sebagaimana telah difatwakan oleh para ulama.
Bagaimana Posisi Mazhab Syafi’i?
Imam Syafi’i, dalam kitabnya Risalah, menyatakan:
Rasulullah, salallahu
alayhi wa sallam, memerintahkan pembayaran zakat dalam perak, dan kaum
Muslim mengikuti presedennya dalam emas, baik berdasarkan
[kekuatan] hadits yang diriwayatkan kepada kita atau berdasarkan
[kekuatan] qiyas bahwa emas dan perak adalah penakar harga yang
digunakan manusia untuk menimbun atau membayar komoditas di berbagai negeri
sebelum kebangkitan Islam dan sesudahnya.
Manusia memiliki berbagai [jenis] logam lain seperti kuningan, besi, timbal
yang tidak pernah dibebani zakat baik oleh Rasulullah, salallahu alayhi wa
sallam,maupun para penerusnya. Logam-logam ini dibebaskan dengan dasar [pada
kekuatan] preseden, dan kepada mereka, dengan qiyas pada emas dan
perak, tidak seharusnya dibebani zakat, karena emas dan perak digunakan
sebagai standar harga di semua negeri, dan semua logam lainnya dapat dibeli
dengan keduanya dengan dasar kadar berat tertentu dalam waktu tertentu pula.
Bagaimana Posisi Mazhab Maliki?
Shaykh Muhammad Illysh, Mufti Al Azhar, pada 1900-an, mewakili posisi Madhhab
Maliki, secara tegas mengharamkan uang kertas sebagai alat pembayar
zakat. Fatwanya:
Kalau zakat menjadi wajib karena pertimbangan
substansinya sebagai barang berharga (merchandise), maka nisabnya tidak
ditetapkan berdasarkan nilai [nominal]-nya melainkan atas dasar substansi dan
jumlahnya, sebagaimana pada perak, emas, biji-bijian atau buah-buahan.
Karena substansi [uang kertas] tidak relevan [dalam nilai] dalam hal zakat,
maka ia harus diperlakukan sebagaimana tembaga, besi atau substansi sejenis
lainnya.
Maksudnya, sama dengan posisi Imam Syafi’i, (uang) kertas
disamakan dengan besi atau tembaga, hanya dapat dinilai berdasar beratnya,
sedang nilainya harus ditakar dengan nuqud (dinar atau dirham).
Ketiganya terkena zakat hanya bila diperdagangkan, dan tidak sah dipakai
sebagai pembayar zakat.
Bagaimana Posisi Mazhab Hanafi?
Imam Abu Yusuf, satu di antara dua murid utama Imam Abu Hanifah,
dan pendiri Madhhab Hanafi, menulis surat kepada Sultan Harun Al Rashid,
(memerintah 170H/786M-193H/809M). Ia menegaskan keharaman uang
selain emas dan perak sebagai alat pembayaran zakat. Ia menulis:
Haram hukumnya bagi seorang Khalifah untuk mengambil
uang selain emas dan perak, yakni koin yang disebut Sutuqa, dari para
pemilik tanah sebagai alat pembayaran kharaj dan ushr mereka.
Sebab walaupun koin-koin ini merupakan koin resmi dan semua orang menerimanya,
ia tidak terbuat dari emas melainkan tembaga. Haram hukumnya menerima uang yang
bukan emas dan perak sebagai zakat atau kharaj.
Apa Kesimpulannya?
Dari berbagai fatwa hukum para imam madhhab di atas sangat jelas bahwa zakat
harta dan perniagaan tidak dapat dibayarkan kecuali hanya dengan Dinar
Emas atau Dirham Perak.
Bagaimana Cara Menghitung dan Membayarkan Zakat dalam Dinar-Dirham?
Bila Anda memiliki harta uang kertas atau turunannya (deposito, saham, cek,
dsb), harus Anda takar nisabnya dengan Dinar atau Dirham. Harta yang
dihitung hanyalah yang telah memenuhi haul-nya, yakni tersimpan selama
setahun. Nisab zakat mal adalah 20 dinar emas atau 200 dirham perak. Zakatnya
adalah 2.5%-nya.
Kewajiban zakat 2.5% dari total harta Anda yang telah tersimpan selama setahun
tersebut kemudian ditukarkan dengan salah satu mata uang syar’i ini,
Dinar Emas atau Dirham Perak. Dengan Dinar Emas atau Dirham Perak inilah baru
Anda dapat membayarkan zakat.
NILAI TUKAR DINAR DIRHAM
28 Desember 2012 , Jum'at Pagi
http://www.wakalanusantara.com/
Pada masa awalnya Muslimin menggunakan emas dan perak berdasarkan beratnya dan Dinar Dirham yang digunakan merupakan cetakan dari bangsa Persia.
Koin awal yang digunakan oleh Muslimin merupakan duplikat dari Dirham perak Yezdigird III dari Sassania, yang dicetak dibawah otoritas Khalifah Uthman, radiy’allahu anhu. Yang membedakan dengan koin aslinya adalah adanya tulisan Arab yang berlafazkan “Bismillah”. Sejak saat itu tulisan “Bismillah” dan bagian dari Al Qur’an menjadi suatu hal yang lazim ditemukan pada koin yang dicetak oleh Muslimin.
Sebagaimana telah diketahui bersama, bahwa standar dari koin yang ditentukan oleh Khalif Umar ibn ak-Khattab, berat dari 10 Dirham adalah sama dengan 7 Dinar (1 mithqal). Pada tahun 75 Hijriah (695 Masehi) Khalifah Abdalmalik memerintahkan Al-Hajjaj untuk mencetak Dirham untuk pertama kalinya, dan secara resmi beliau menggunakan standar yang ditentukan oleh Khalifah Umar ibn Khattab. Khalif Abdalmalik memerintahkan bahwa pada tiap koin yang dicetak terdapat tulisan: “Allahu Ahad, Allahu Shamad”. Beliau juga memerintahkan penghentian cetakan dengan gambar wujud manusia dan binatang dari koin dan menggantinya dengan huruf-huruf.
Perintah ini diteruskan sepanjang sejarah Islam. Dinar dan Dirham biasanya berbentuk bundar, dan tulisan yang dicetak diatasnya memiliki tata letak yang melingkar. Lazimnya di satu sisi terdapat kalimat “tahlil” dan “tahmid”, yaitu, “La ilaha ill’Allah” dan “Alhamdulillah” sedangkan pada sisi lainnya terdapat nama Amir dan tanggal pencetakkan; dan pada masa masa selanjutnya menjadi suatu kelaziman juga untuk menuliskan shalawat kepada Rasulullah, salallahu alayhi wa salam, dan terkadang, ayat-ayat Qur’an.
Koin emas dan perak menjadi mata uang resmi hingga jatuhnya kekhalifahan. Sejak saat itu, lusinan mata uang dari beberapa negara dicetak di setiap negara era paska kolonialisme dimana negara negara tersebut merupakan pecahan dari Dar al Islam.
Sejarah telah membuktikan berulang kali bahwa uang kertas telah menjadi alat penghancur dan menjadi alat untuk melenyapkan kekayaan ummat Muslim. Perlu diingat bahwa Hukum Syariah Islam tidak pernah mengizinkan penggunaan surat janji pembayaran menjadi alat tukar yang sah
Berdasarkan Hukum Syari’ah Islam…
Dinar Emas Islam memiliki kadar 22 karat emas (917) dengan berat 4.25 gram.
Dirham Perak Islam memiliki kadar perak murni dengan berat 3.0 gram.
Khalifah Umar ibn Khattab menentukan standar antar keduanya berdasarkan beratnya masing-masing:
“7 dinar harus setara dengan 10 dirham.”
Wahyu menyatakan mengenai Dinar Dirham dan banyak sekali hukum hukum yang terkait dengannya seperti zakat, pernikahan, hudud dan lain sebagainya. Sehingga dalam Wahyu Dinar Dirham memiliki tingkat realita dan ukuran tertentu sebagai standar perhitungan (untuk Zakat dan lain sebagainya) dimana sebuah keputusan dapat diukurkan kepadanya dibandingkan dengan alat tukar lainnya.
Telah menjadi ijma ulama sejak awal Islam dan pada masa para Sahabat dan Tabi’in bahwa Dirham menurut Syari’ah adalah seberat 10 dirham
Apa saja kegunaan Dinar Islam?
Para ulama mengajarkan kepada kita bahwa seluruh ketentuan syari'at yang berkaitan dengan harta dan transaksi muamalat (jual-beli, utang-piutang, dan sebagainya), termasuk untuk zakat, hanya ditetapkan dalam nuqud. Nuqud berarti dinar emas atau dirham perak. Sampai detik ini, kita semua mentaatinya dalam menentukan nisab zakat mal dan zakat perniagaan, yaitu 20 dinar emas (sekitar 85 gram emas) dan 200 dirham perak (sekitar 600 gr perak).
Namun, ketika membayar zakat, mengapa kita abaikan syariatnya? Yakni meninggalkan Dinar Emas atau Dirham Perak, dan menggantinya dengan uang kertas (rupiah, dolar, ringgit, dan sebagainya)?
Berikut adalah Syari'at Zakat sebagaimana telah difatwakan oleh para ulama.
Bagaimana Posisi Mazhab Syafi’i?
Imam Syafi’i, dalam kitabnya Risalah, menyatakan:
Manusia memiliki berbagai [jenis] logam lain seperti kuningan, besi, timbal yang tidak pernah dibebani zakat baik oleh Rasulullah, salallahu alayhi wa sallam,maupun para penerusnya. Logam-logam ini dibebaskan dengan dasar [pada kekuatan] preseden, dan kepada mereka, dengan qiyas pada emas dan perak, tidak seharusnya dibebani zakat, karena emas dan perak digunakan sebagai standar harga di semua negeri, dan semua logam lainnya dapat dibeli dengan keduanya dengan dasar kadar berat tertentu dalam waktu tertentu pula.
Shaykh Muhammad Illysh, Mufti Al Azhar, pada 1900-an, mewakili posisi Madhhab
Maliki, secara tegas mengharamkan uang kertas sebagai alat pembayar
zakat. Fatwanya:
Karena substansi [uang kertas] tidak relevan [dalam nilai] dalam hal zakat, maka ia harus diperlakukan sebagaimana tembaga, besi atau substansi sejenis lainnya.
Bagaimana Posisi Mazhab Hanafi?
Imam Abu Yusuf, satu di antara dua murid utama Imam Abu Hanifah,
dan pendiri Madhhab Hanafi, menulis surat kepada Sultan Harun Al Rashid,
(memerintah 170H/786M-193H/809M). Ia menegaskan keharaman uang
selain emas dan perak sebagai alat pembayaran zakat. Ia menulis:
Dari berbagai fatwa hukum para imam madhhab di atas sangat jelas bahwa zakat harta dan perniagaan tidak dapat dibayarkan kecuali hanya dengan Dinar Emas atau Dirham Perak.
Bagaimana Cara Menghitung dan Membayarkan Zakat dalam Dinar-Dirham?
Bila Anda memiliki harta uang kertas atau turunannya (deposito, saham, cek, dsb), harus Anda takar nisabnya dengan Dinar atau Dirham. Harta yang dihitung hanyalah yang telah memenuhi haul-nya, yakni tersimpan selama setahun. Nisab zakat mal adalah 20 dinar emas atau 200 dirham perak. Zakatnya adalah 2.5%-nya.
Kewajiban zakat 2.5% dari total harta Anda yang telah tersimpan selama setahun tersebut kemudian ditukarkan dengan salah satu mata uang syar’i ini, Dinar Emas atau Dirham Perak. Dengan Dinar Emas atau Dirham Perak inilah baru Anda dapat membayarkan zakat.
28 Desember 2012 , Jum'at Pagi http://www.wakalanusantara.com/
DINAR EMAS
Nisfu (1/2) Dinar - Rp. 1.223.000,- Dinar - Rp. 2.446.000,-
Dinarayn - Rp. 4.892.000,-
DIRHAM PERAK Daniq (1/6) Dirham - Rp. 11.600,- Nisfu (1/2) Dirham - Rp. 35.000,- Dirham - Rp. 70.000,- Dirhamayn - Rp. 140.000,- Khamsa - Rp. 350.000,- 1 Dinar Emas = 35 Dirham Perak |
>>> Harga
emas . ANTAM per 28/12/2012
Rp 550.200,- / gram untuk emas
balokan 10 gram
(
Lihat kutipan dari PT. ANTAM (Persero)
Tbk. Dibawah.
Jadi 1 Dinar = Rp
2.446.000,-/ Rp 550.200,-
= 4.45 gram emas.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar